Wednesday, November 25, 2009

Pendidikan Vokasional: Lewat Penguasaan Ketrampilan, Peluang Berkembang pun Makin Pesat

. Wednesday, November 25, 2009

Jawa Tengah (Kompas). Pendidikan keterampilan atau yang disebut pula sebagai pendidikan vokasional, saat ini diyakini mampu menjadi solusi dalam mengurangi angka pengangguran. Hal itu disebabkan, konsep pendidikannya lebih mengandalkan skill atau keterampilan dan bertujuan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, trampil, memiliki disiplin tinggi, dan berjiwa kewirausahawan.


Untuk menghasilkan kulitas pendidikan seperti itu, tujuan pendidikan tidak hanya sebatas mengejar hasil. Tapi harus dititikberatkan menjadi target yang berguna dari hasil pendidikan itu sendiri. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang membekali peserta didik dengan kemampuan vokasional. Dengan begitu, bukan hanya berbekal pengetahuan teori untuk bersaing dalam pasar kerja, namun lulusannya akan memiliki kompetensi vokasi yang berguna untuk menopang kecakapan hidup. Spesialisasi keahlian


Dunia pendidikan Indonesia terus berbenah, mengikuti perubahan jaman yang juga berlangsung sebegitu cepatnya. Di tengah terpaan berbagai masalah sosial, ekonomi, maupun politik yang berujung pangkal pada kegagalan pendidikan, penyelenggaraan proses pendidikan tetap memunculkan inovasinya.


Wiwik Suryandartiwi, Direktur Promosi Universitas Respati Yogyakarta mengungkapkan bahwa kondisi tersebut menuntut kehadiran sumber daya manusia dengan muatan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai agar mampu bertahan sekaligus mengantisipasi perubahan yang terjadi di tengah ketatnya persaingan. Pendidikan vokasi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu pun akhirnya menjadi pilihan.


Kenyataannya, saat ini perguruan tinggi asing pada banyak aspek memiliki keunggulan lebih, sumber daya manusia lebih unggul kualitas dan profesionalitasnya, sarana dan prasarana yang lebih modern dan canggih, manajemen pendidikan seringkali juga lebih maju, lebih terbuka, dan terpercaya. Demikian pula ancaman adanya sertifikasi internasional yang akan berdampak langsung pada lulusan yang kurang berkualitas. Dalam situasi demikian, pendidikan yang memiliki spesifikasi dan spesialisasi dimungkinkan dapat lebih mampu menjembatani dunia pendidikan tinggi dengan dunia kerja dan kebutuhan pasar. Lulusan siap pakai


Pendidikan tinggi terbagi dalam pendidikan akademik, pendidikan professional, dan pendidikan vokasional yang dilakukan di universitas, sekolah tinggi, akademi, politeknik dan lembaga pendidikan lain. Pendidikan vokasi mencakup program vokasional yang berlangsung satu tahun menghasilkan lulusan dengan tingkat Diploma Satu (D1), yang berlangsung dua, tiga, dan empat tahun masing-masing menghasilkan Diploma Dua (D2), Diploma Tiga (D3) dan Diploma Empat (D4), maksimal setara dengan program pendidikan sarjana.


Menurut I Made Wirya Suputra, Kepala Humas Poltek Pos Bandung program studi yang merujuk pada pendalaman ketrampilan berpotensi membantu proses pengentasan pengangguran. Di Poltek Pos, salah satunya diwujudkan dengan pembukaan program studi baru, yaitu D4 Logistis Bisnis yang diyakini seperti S1 terapan dimana teori yang didapat selama perkuliahan sekuat S1, prakteknya pun diberikan optimal.


Program pendidikan diploma yang menghasilkan sumber daya siap pakai menjadi senjata ampuh untuk menghadapi persaingan global. Di kancah internasional, program vokasi menjadi andalan berbagai bangsa untuk membangun keberhasilan sistem kerja berbasis keterampilan.


Beda dengan itu, pendidikan akademik membentuk sarjana dalam disiplin ilmu tertentu selama 4 tahun dan lulusannya yang disebut Sarjana Satu (S1) dapat melanjutkan ke pendidikan Sarjana Dua (S2) atau Magister diteruskan ke tingkat Sarjana Tiga (S3) atau Doktor. Sementara, pendidikan profesional membentuk sarjana menguasai profesi atau spesialisasi tertentu yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi bersama perguruan tinggi.


Perbedaan utama antara pendidikan akademik dan vokasional terletak dalam keahlian yang dicapai lulusannya. Lulusan pendidikan akademik lebih berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan secara teori, sedangkan lulusan pendidikan vokasional lebih pada penguasaan praktek dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.


Sementara itu, Universitas Respati, kata Wiwik, juga memiliki beberapa pendidikan vokasi, diantaranya Program Studi Kebidanan D3 dan D4 yang menjadi unggulan selain Keperawatan. \"Dengan proses pendidikan yang memenuhi standar kompetensi bidan Indonesia, lulusannya diharapkan mampu memberi pelayanan kesehatan yang bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan praktiknya bila lulus.


Dapat dikatakan, bahwa lulusan pendidikan akademik terkadang masih memerlukan pendidikan khusus untuk menjalankan pekerjaan tertentu sebelum ia dapat bekerja, yaitu pendidikan profesional dan ujian yang dilakukan oleh asosiasi profesi yang bersangkutan. Misalnya saja Sarjana Hukum, harus lulus pendidikan profesi dulu sebelum dapat menjalankan pekerjaan sebagai notaris.


Sedangkan pemegang ijazah diploma yang memang pendidikannya sudah terarah pada bidang profesi tertentu, dengan sertifikasinya dapat langsung menjalankan pekerjaan itu. Sayangnya, di sebagian negara bahkan termasuk Indonesia pendidikan vokasional termasuk lulusannya sering dianggap golongan kelas dua. Tanpa bermaksud mengecilkan jenjang manapun, kenyataannya pendapat bahwa gelar akademik sarjana dipandang lebih berharga dibandingkan sebutan ahli sudah mengakar dalam masyarakat kita.


Padahal, bila disadari, Indonesia menganut pendidikan terbuka. Oleh karena itu, lulusan program diploma dan setara dimungkinkan masuk pendidikan akademik asalkan dipenuhi syarat-syaratnya. Ini pula yang ditegaskan oleh I Kadek Badiana SSi Apt, Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan Stifar \"Yayasan Pharmasi\" Semarang, bahwa peluang melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 terbuka bagi semua lulusan D3. \"Stifar memberikan peluang akselerasi untuk para lulusan D3 agar bisa meneruskan kuliah di program S1. Jadi, setelah lulus program diploma di Stifar, yaitu D3 Analis Farmasi Makanan dan D3 Farmasi, mahasiswa pun dapat meraih gelar sarjana dengan menyelesaikan pendidikan di jenjang S1,\" jelas Kadek. Kesempatan luas


Muara akhir sekaligus tujuan dari keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah terserapnya peserta didik ke pasar tenaga kerja selepas menyelesaikan studinya. Demi menjawab tantangan dunia kerja yang membutuhkan tenaga kerja trampil, tak dapat disangkal lulusan program pendidikan berbasis vokasional sesungguhnya memiliki peluang lebih tinggi serta kesempatan yang lebih luas untuk dapat memenangkan kompetisi tersebut.


Di sejumlah negara maju di belahan dunia mana pun, program vokasi merupakan andalan. Artinya, menjadi tumpuan bagi negara itu dalam membangun sistem kerja yang dapat sukses memasuki persaingan global. Dengan program berbasis ketrampilan kerja dan vokasi, banyak negara berhasil membangun ekonomi mereka dan lapangan kerja banyak diisi tenaga-tenaga vokasi berilmu pengetahuan.


Tidak sekadar mengejar gelar, para lulusan SMA hendaknya juga memiliki proyeksi untuk menjadikan dirinya bagian dari sumber daya manusia yang dibekali ketrampilan terspesialisasi. Demi mendukung itu, perguruan tinggi pun dituntut untuk mampu mendasarkan penyusunan kurikulum dan program akademiknya pada perhitungan dan pertimbangan kompetensi kerja lulusan yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja dan masyarakat pengguna lulusan secara luas. Tanpa mempertimbangkan semuanya tersebut, pendidikan tinggi jalur vokasional harus dipertanyakan kembali esensi dan substansinya. (CRL)


Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/03/15062269/lewat.penguasaan.ketrampilan.peluang.berkembang.pun.makin.pesat.


03 Juli 2009

0 comments:

Post a Comment